Kenampakan Geologi Lapisan Batubara
Perkembangan kenampakan geologi
di sekitar lapisan batubara disebabkan oleh proses-proses yang terjadi pada
lapisan gambut, sifat fisika dan kimia lapisan batubara itu sendiri serta
material bukan batubara yang berbeda-beda. Macam-macam kenampakan geologi pada
lapisan batubara, antara lain :
Plies, bands dan partings
Lapisan batubara bisa terdiri
dari batubara dengan tipe berbeda, atau terdiri dari material bukan batubara
yang beraneka ragam. Kehadiran lapisan batubara ini dapat digunkan untuk
membagi lapisan batubara kedalam satuan yang lebih kecil disebut “ benches,
atau plies”.
Lapisan bukan batubara disebut
”bands”, atau “partings”. Istilah seperti “clay bands” atau dirt bands” kadang
digunakan untuk menggambarkan material dari suatu litologi. Ada juga istilah
“penny bands” untuk mengindikasikan ketebalan.
Litologi dari beberapa bands
menurut istilah Jerman disebut tonstein (secara kepustakaan disebut claystone)
atau istilah Amerika disebut “flint clay” paling umum digunakan dimana material
memiliki tekstur peletoidal atau menunjukkan pecahan konkoidal dan didominasi
oleh mineral kaolin yang mengkristal dengan baik.
Penegertian parting digunakan di
lapangan geologi batubara menjadi 2 macam :
- sebagai sinonim band, yaitu lapisan bukan batubara
yang memisahkan lapisan batubara yang satu dengan yang lain secara
relatif.
- untuk menjelaskan bidang sejajar sepanjang satu
lapisan, baik itu lapisan batubara atau lapisan bukan batubara secara
fisik dengan mudah.
Perbedaan pengertian ini penting
dijelaskan dalam kegiatan persiapan penambangan seperti adanya lapisan batubara
yang bercabang akan mempengaruhi penggalian atau penambangannya. Istilah “plane
of parting” mungkin cocok untuk menggambarkan suatu bidang yang tidak menerus
akibat gangguan sesar atau splitting.
“Bands” merupakan lapisan yang
terdiri dari material yang bukan batubara, terjadi karena suplai akumulasi
sedimen klastik telah melebihi akumulasi gambut. Sedimen klastik ini mungkin
menunjukkan endapan over bank atau dataran banjir yang berasal dari sungai yang
terdekat atau dari debu vulkanik yang berasal dari sumber di luar lingkungan
rawa. Ini mungkin juga dibentuk oleh mineral residu gambut yang teroksidasi,
seperti yang terjadi akibat pengeringan rawa selama waktu terbentuknya
batubara.
“Plies” merupakan kumpulan dari
maseral yang berbeda atau berasal dari bermacam sifat dasar tumbuhan rawa atau
lingkungan pengendapannya selama pembentukan batubara.
Plies atau bands bukan batubara
tidak selalu membentuk lapisan yang seragam dan tetap, khususnya jika mencakup
daerah yang luas.
Penentuan pola ply yang baik
dapat memberikan keuntungan yang besar dalam menjelaskan arah kualitas batubara
di dalam operasi penambangan. Tentunya membutuhkan sejumlah besar data bawah
permukaan atau data bor, data petrografi batubara yang dapat untuk menunjang
sejumlah analisis “ply by ply”.
Splits dalam lapisan batubara
Kemenerusan lateral lapisan batubara di lapangan sering
terbelah pada jarak yang relatif dekat oleh sedimen bukan batubara yang membaji
kemudian membentuk dua lapisan batubara yang terpisah dan disebut
autosedimentational split. Macam-macam bentuk spilt :
- Simple splitting
Adalah split
sederhana yang terjadi akibat kehadiran tubuh lentikuler yang besar dari
sedimen bukan batubara.
- Proggresif splitting
Bila terdiri
dari beberapa lensa, maka splitting dapat berkembang secara terus menerus.
- Zig zag splitting
Terjadi pada
suatu lapisan batubara yang terbelah dan kemudian bergabung dengan lapisan
batubara lain.
Split sangat penting dalam
geologi batubara. Pemahaman yang baik tentang split dapat membantu dalam
penentuan sebaran lapisan batubara yang ekonomis, dan perhitungan cadangan. Bentuk
split dengan kemiringan 45o yang disertai oleh perubahan kekompakan pada batuan
akan menimbulkan masalah dalam kegiatan tambang terbuka, kestabilan lereng, dan
kestabilan atap dalam penambangan bawah tanah.
Washout dan roof rolls
“Washout” merupakan tubuh lentikuler sedimen, biasanya
batupasir, yang menonjol ke bawah dan menggantikan sebagian atau seluruh
lapisan batubara yang ada. Umumnya memanjang atau berbelok-belok, dan
menggambarkan struktur scour and fill dibentuk oleh aktivitas channel berasosiasi
dengan akumulasi gambut.
Ukuran washout bervariasi baik tebal maupun pelamparannya. Washout
mungkin dengan luas yang kecil, channel yang tidak beraturan pada atap lapisan,
biasanya disebut roof rolls sebagai akibat palechannel utama.
Sebagian besar struktur washout
diisi oleh batupasir, meskipun kerikil batubara atau konglomeratt kerikilan
dapat juga hadir. Hal ini mencerminkan meander cut off dan paleochannel.
Washout dan roof rolls merupakan
masalah utama dalam operasi penambangan. Ketebalan lapisan dan ketidakmenerusan
lapisan batubara akibat terisi channel, sehingga itu tentu memerlukan
kebijaksanaan. Demikian juga dengan peralatan yang digunakan untuk menggali
batubara sering menemui kesulitan untuk menembus material bukan batubara yang
telah menggantikan posisi lapisan batubara, terutama pada tambang bawah tanah.
Struktur washout merupakan bagian
mendasar dalam penelitian geologi untuk kepentingan perencanaan penambangan dan
pengembangannya.
Floor rolls
Floor roll terdiri dari material
batuan yang berupa punggungan, panjang, sempit, dan subparalel, yang menonjol
kedalam lapisan batubara dari dasar lapisan. Seperti halnya roof rolls, floor
roll akan mangakibatkan ketebalan lapisan batubara berkurang.
Floor roll sering diterangkan
sebagai intrusi lapisan ke dalam lapisan lain akibat pengembangan hidrasi and
aktivitas tektonik. Menurut Diessel dan Moelle (1970), roof roll dibentuk oleh
kegiatan sungai selama tahap awal akumulasi tanah gambut.
Clastic dyke dan injection struktures
“Clastic dyke” merupakan tubuh membaji atau melembar dari
material sedimentasi yang memotong melintang lapisan batubara.
Pada umumnya menunjukkan
pengisian retakan-retakan dalam gambut atau batubara oleh endapan sedimen
diatasnya. Retakan ini dapat berhubungan dengan kekar atau pergerakan sesar
minor dan hal ini dapat menambah masalah tentang kestabilan lapisan atap di
dalam operasi penambangan bawah tanah (Ellenberger, 1979; Krause et al
1979).meskipun kebanyakan struktur ini menyerupai endapan roof roll, tampak
beberapa pembebanan yang tidak menerus dari tanah gambut lunak oleh material
pasir. Lapisan-lapisan batubara melengkung akibat pembebanan, sementara
material pengisi yang biasanya terlipat dan terubah bentuknya (Nelson, 1979
dalam Ward, 1984). Struktur ini umumnya menyertai sesar-sesar, dan kekar-kekar,
serta struktur ini pun menyebabkan ketidakstabilan pada penambangan bawah
tanah.
Cleat
Pengkekaran dalam batubara, khususnya batubara bituminous,
umumnya menunjukkan pola cleat. Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian retakan
yang sejajar, biasanya berorientasi tegak lurus perlapisan. Satu rangkaian
retakan disebut “ face cleat”, biasanya dominan dengan bidang individu yang
lurus dan kokoh sepanjang beberapa meter.
Pola lainnya yang disebut “ butt cleat” , retakannya lebih pendek,
sering melengkung dan cenderung berakhir pada bidang face cleat.jarak antar
bidang cleat bervariasi dari 1mm sampai sekitar 30 cm. Bidang cleat sering
diisi oleh unsur mineral atau karbonat, lempung, jenis sulfida, atau sulfat
dapat secara umum nampak pada permukaan batubara yang mengelupas.
Orientasi face cleat merupakan
salah satu faktor penting di dalam pengontrolan perencanaan penambangan bawah
tanah. Demikian juga untuk operasi penambangan yang menggunakan alat bajak atau
hidrolik, maka arah penbambangan dan hubungannya dengan pola cleat sangat
mempengaruhi dalam kemudahan penggalian batubara.
Jarak cleat juga berpengaruh
terhadap ukuran partikel batubara yang dihasilkan, apakah berupa fine coal atau
lumpy coal. Hal ini penting dalam perencanaan tambang karena berkait dengan
aspek penumpukan, pengangkutan, pemanfaatan, harga dan pemasaran. Pola cleat
dapat juga dhubungkan dengan terjadinya ledakan gas dalam tambang bawah tanah.
Terjadinya cleat pada hubungannya
dengan pola kekar pada lapisan pembawa batubara, sehingga dapat digunakan untuk
menghubungkan pula cleat dengan struktur geologi suatu daerah. Face cleat
tampaknya sangat umum sebagai hasil dari perpanjangan rekahan dalam bidang
sejajar dengan paleostress kompresif maksimum suatu daerah ( Nickelsen &
Hough 1967; Hanes & Shepherd 1981), meskipun melibatkan faktor lain seperti
gangguan shear, tetapi dikatakan juga bahwa pembentukan butt cleat kurang
jelas, mungkin berkaitan dengan sejarah pembentukan batubara dan proses
pengendapan dari lapisan-lapisan yang bersangkutan.
Intrusi batuan beku pada lapisan batubara
Karena material organik dalam batubara mengalami perubahan
mendasar apabila dipanaskan, adanya intrusi batuan beku memiliki pengaruh yang
besar pada lapisan batubara daripada yang dialami oleh batuan bukan batubara.
Batubara yang dekat dengan tubuh intrusi batuan beku, secara lokal meningkat
derajatnya sehubungan dengan meningkatan panas yang menyertainya.
Intrusi batuan beku biasanya
berkembang menjadi komplek, dimana pada titik pertemuan antara tubuh intrusi
dengan lapisan batubara membentuk kontak yang meliuk. Hal ini berhubungan
dengan perilaku plastik dari bahan organik karena pemanasan serta berkurangnya
kandungan air didalam batubara.
“Cinder coal” (batubara
terarangkan) akibat intrusi, biasanya lemah, massanya porous dengan pola
belahan hexagonal. Dalam banyak hal cinder coal kurang mempunyai nilai ekonomi,
dengan demikian cinder menunjukkan hilangnya sebagian lapisan batubara yang
dapat ditambang. Dari sudut peningkatan derajat batuabara, mungkin lebih
menguntungkan dari segi ekonomi jika pengaruh cinder coal tidak terbentuk.
Batuan yang biasanya berasosiasi dengan lapisan batubara
Batuan yang sering ditemukan di dalam atau dekat dengan
lapisan batubara adalah batuan sedimen klastika halus seperti batulempung,
batulanau, serpih dan batupasir. Juga kaolin seperti “flint clay” dan
“underclay” material siliceous seperti chert dan gannister serta endapan
ferrigenous seperti mudstone siderit dan clay ironstone termasuk yang berasosiasi
dengan batubara.
Beberapa material di atas hanya
diminati secara akademik, tetapi sekarang mulai diperhatikan karena mempunyai
arti industri, seperti underclay.
Struktur sedimen sangat membantu
didalam interpretasi lingkungan pengendapan dan yang banyak dijumpai
berasosiasi dengan lapisan batubara adalah perlapisan silangsiur, laminasi
sejajar, laminasi bergelombang, laminasi karbonan (carbonaceous laminae), coal
strings, konkresi, dan cetak beban.
Batulempung kaolinit
Istilah batulempung kaolinit digunakan
oleh Loughnan (1978) untuk menggambarkan sebuah individu khusus dari batuan
sedimen masif yang terbentuk dari mineral lempung kaolin.
Tekstur batuan ini bervariasi,
berikut ini adalah tekstur pokok dalam batulempung kaolinit :
1.
Breksiasi, materialnya terbentuk dari clast-clast
batulempung angular penecontemporaneous, dapat mencapai diameter sampai
beberapa cm.
2.
Pelletal, batuannya terbentuk dari partikel-partikel
batulempung yang bulat atau agrerat lempung, berukuran silt (kadang disebut
graupen) sampai partikel spheroidal yang berdiameter 10 mm atau lebih.
3.
Oolitik, terdiri dari oolitik spheroidal yang terlapisi
secara konsentris oleh material yang kaya kaolin.
4.
Masif, merupakan mudstone yang berkembang dengan baik,
terisi oleh kumpulan kristal kaolin yang ventikular dalam bagian yang tipis.
Batuan ini disebut juga “flint clay” (Keller, 1967) dan
“tonstein (Moore, 1964).
Kaolin merupakan mineral yang
melimpah dalam batuan ini, biasanya terjadi dalam bentuk kristal dan
berasosiasi dengan sejumlah kecil kuarsa, siderit atau illit. Variasi batuannya
berwarna putih sampai coklat keabu-abuan atau hitam tergantung dari bahan
karbonan dan material ferrugenous yang mungkin ada. Hal ini kadang digambarkan
sebagai tuf.
Asal usul batulempung kaolinit telah lama menjadi topik
yang kontroversial dalam literatur ilmiah. Tinjauan komprehensif tentang
terjadinya material secara petrografi dan geokimia diberiakan oleh Keller
(1968, 1981) dan Loughnan (1978). Secara mekanik dijelaskan mengenai kekhususan
mineral dan ciri-ciri teksturnya dibandingkan dengan sedimen lain dalam sekuen
dimana batuan tersebut terbentuk, dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu :
1.
Autochthonous Origin
Meliputi pembentukan insitu
dari kaolin dalam rawa batubara atau lingkungan lain yang serupa karena perubahan
kimiawi atau biokimiawi dari sedimen volkaniklastik, epiklastik, atau
bioklastik. Mekanisme seperti ini dibahas oleh Hosterman (1962), Moore (1964,
1968), Keller (1968, 1981), Price dan Duff (1969).
2.
Allochthonous Origin
Meliputi pembentukan kaolin, bauksit, atau
aluminosilikat koloid karena pelapukan di luar rawa dan tertransport ke dalam
rawa atau areal yang sesuai untuk pengemdapan akhir detritus kasar. Suatu
mekanisme dari tipe ini dibahas oleh Loughnan (1970, 1975, 1978).
Menurut Ward (1978), perlapisan
tipis batulempung kaolinit yang terjadi didalam lapisan batubara atau di dalam
sekuen lapisan pembawa batubara secara luas telah digunakan sebagai lapisan
penunjuk untuk korelasi stratigrafi.
Seat rock dan underclay
Batuan alas pada lapisan
batubara terbentuk dari material yang sangat bervariasi, termasuk serpih,
mudstone, batugamping dan batupasir. Lapisan ini biasanya masif tidak berlapis
dan mungkin terdiri dari bekas akar tumbuhan yang tegak terhdap perlapisan atau
memperlihatkan pola yang tidak teratur dari permukaan yang tergerus. Umumnya
berwarna muda, tetapi material yang lebih gelap berwarna abu-abu dan coklat
mungkin dapat muncul.
Karena terjadi di bawah
lapisan batubara dan hadirnya akar tumbuhan dalam posisi tumbuh (relatif tegak
terhadap bidang perlapisan) maka dikenal dengan “seat earth’’ atau “underclay”.
Istilah lebih umum “seat rock” digunakan oleh Huddle dan Patterson (1961), baik
untuk endapan berbutir kasar maupun halus.
Seat rock yang batuannya
bervariasi dari batupasir kuarsa dan batulanau disebut dengan “ gannister”. Di
lapangan batubara (coal field) di Eropa dan Inggris diterapkan untuk
batulempung kaolin berbutir halus atau “ flint clays”. Dibanyak tempat,
gannister tersusun oleh mudstone plastic dengan kuarsa, illit, monmorilonit,
kaolinit, dan mineral lempung lain yang didapat dari studi detil (Odom dan
Perham, 1968). Kalsit, siderit dan pirit mungkin juga hadir pada beberapa
bagian dari lapisan gannister ini.
Ketebalannya bisa
bervariasi dari beberapa cm sampai 10 m, tetapi biasanya sekitar 1 m. umumnya
mempunyai kontak yang tegas dengan lapisan di atasnya, tetapi dapat juga
bergradasi secara vertikal maupun lateralmenjadi batuan lain seperti batupasir,
serpih, batugamping, dan batubara.
Sebagai tambahan, tidak
semua lapisan ini ditumpangi batubara, misalnya apabila tanah peat tidak
terakumulasi atau tererosi, sehingga istilah underclays dan seat earth mungkin
menyesatkan. Juga pada batubara allochthonous, lapisan gannister tidak selalu
hadir.
Asal mula batuan seat yang
dianggap sebagai tanah atau substratum tempat tumbuhan tumbuh dan berkembang.
Meskipun nampaknya seperti itu, namun pada saat tanah peat terakumulasi sampai
ketebalan tertentu, akar tumbuhan dapat masuk ke dalam debris organiknya
sendiri. Atas dasar alasan tersebut, ketebalan dan karakteristik batuan seat
kurang menunjukkan adanya hubungan yang diendapkan di atasnya.
Tumbuhnya tumbuhan juga
dapat berperan sebagai sebab tidak ada perlapisan di dalam bagian batuan serat,
sementara kekompakan di sekitar struktur akar dapat berperan sebagai sebab
banyaknya permukaan yang licin. Meskipun akumulasi lempung di perairan rawa,
rupanya juga terkumpul dan proses kompaksi material semacam ini dapat
meningkatkan berkembangnya permukaan licin.
Pada banyak seat cenderung
diperkaya oleh kaolin dibandingkan dengan lutite dalam suatu sekuen. Hal ini
mencerminkan proses semacam pelindian kimiawi atau biologis yang berasosiasi
dengan pertumbuhan tumbuhan dan pembusukan tanah peat (Huddle dan patterson,
1961). Proses pembentukan kaolin denagn persyaratan ini kemungkinan sama dengan
proses yang berasosiasi dengan batulempung kaolin murni dan proses pembentukan
kaolin di dalam batubara itu sendiri.
Batubar seat berbutir halus
dapat untuk bahan baku berbagai macam produk yang berasal dari batulempung
(Odom dan Parham, 1968), disebut juga dengan “fireclays”.
Sifat batuannya yang
plastis serta terdiri dari bermacam material, maka diperlukan pemahaman yang
baik bila dilakukan penambangan bawah tanah.
Coal balls
Coal balls merupakan massa
yang berbentuk tidak teratur sampai bentuk spheroidal dari bahan mineral yang
terjadi di dalam suatu lapisan batubara. Umumnya terbentuk dari kalsit,
dolomit, siderit, dan pirit dalam proporsi yang bervariasi, kadang menunjukkan
suatu zonasi yang bervariasi dari beberapa cm, m sampai luas. Bila kaya pirit
disebut “sulphur balls’.
Coal balls dapat sebagai
sumber penelitian paleobotani lapisan batubara (Phillips, 1979), karena sisa
tumbuhan terawet dengan baik dari berbagai jenis di dalam coal balls.
Tidak adanya pengaruh
kompaksi pada fragmen organik, menunjukkan bahwa coal balls mengandung bahan
mineral pada tahap awal pembentukannya. Tentu saja, batubara yang terbentuk
juga dapat memperlihatkan bukti adanya kompaksi lipatan di sekitarnya.
Sangat umum ditentukan di
dalam lapisan yang berasosiasi dengan lapisan marin, juga sebagai konkresi
hadir pada lapisan atap maupun lapisan dasar.
sumber :
(Ward, C.R., 1984, Coal Geology and Coal Technology, Blackwell Scientific Publications, Singapore)